Dmedia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan terlibat dalam restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Ia menyebut tanggung jawab penyelesaian kewajiban tersebut sepenuhnya berada di tangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) melalui mekanisme bisnis ke bisnis (B2B).

Pernyataan itu disampaikan Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10), menanggapi kabar bahwa Tiongkok telah menyetujui restrukturisasi pinjaman proyek kereta cepat tersebut hingga 60 tahun. “Bagus, saya nggak ikut kan? Top,” kata Purbaya dengan nada santai.

Ia menjelaskan, jika pun pemerintah diundang dalam pembahasan restrukturisasi, kehadirannya hanya sebatas menyaksikan tanpa ikut campur dalam pengambilan keputusan. “Paling menyaksikan, kalau mereka sudah putus kan sudah bagus, top,” ujarnya.

Lebih lanjut, Purbaya menegaskan keinginannya agar Kementerian Keuangan tidak dilibatkan dalam negosiasi restrukturisasi utang yang melibatkan pihak Indonesia dan Tiongkok. “Saya sebisa mungkin nggak ikut. Biar saja mereka (Danantara) selesaikan business to business,” tambahnya.

Sebelumnya, Purbaya telah menyatakan bahwa pemerintah menolak untuk menanggung pembayaran utang proyek kereta cepat tersebut. Ia menilai BPI Danantara memiliki kapasitas keuangan yang memadai untuk memenuhi kewajibannya. “Sudah saya sampaikan (ke Rosan Roeslani). Kenapa? Karena Danantara terima dividen dari BUMN hampir Rp80 sampai Rp90 triliun. Itu cukup untuk menutup yang Rp2 triliun bayaran tahunan untuk kereta api cepat,” katanya di Wisma Danantara, Rabu (15/10).

Pernyataan tersebut memperkuat posisi pemerintah bahwa proyek strategis nasional seperti KCJB harus dikelola dengan prinsip tanggung jawab korporasi, bukan bergantung pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Restrukturisasi utang proyek kereta cepat dilakukan sebagai respons terhadap tingginya beban pinjaman dari China Development Bank (CDB) yang digunakan untuk membiayai proyek kerja sama Indonesia–Tiongkok itu. Perpanjangan tenor hingga 60 tahun dinilai sebagai langkah untuk menurunkan tekanan keuangan jangka pendek konsorsium pelaksana, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

KCIC merupakan perusahaan patungan yang terdiri dari empat BUMN Indonesia PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya (WIKA), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga bersama China Railway International Co. Ltd.

Sejak beroperasi pada Oktober 2023, proyek KCJB masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk pembengkakan biaya yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp114 triliun, atau naik sekitar 20 persen dibanding estimasi awal. Pemerintah berulang kali menegaskan bahwa biaya tambahan dan kewajiban pinjaman harus ditanggung oleh badan usaha, bukan pemerintah pusat.

Hingga Kamis malam, belum ada pernyataan resmi dari BPI Danantara maupun pihak Tiongkok terkait rincian kesepakatan restrukturisasi. Namun, sikap Purbaya menegaskan arah kebijakan fiskal pemerintah yang fokus menjaga disiplin anggaran dan mendorong penyelesaian proyek strategis melalui mekanisme korporasi.