Dmedia - Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diwarnai ketegangan sejak pembukaan hingga berakhir dengan penetapan Muhamad Mardiono sebagai Ketua Umum untuk periode 2025–2030. Pemilihan yang semula dijadwalkan pada 29 September dipercepat sehari karena situasi dinilai darurat.
Kisruh mulai terlihat ketika Mardiono, yang kala itu masih menjabat pelaksana tugas (Plt) ketua umum, naik ke panggung untuk menyampaikan sambutan di Ballroom Mercure Convention Center Ancol, Jakarta Utara. Sejumlah kader meneriakkan “Perubahan, perubahan,” sementara kelompok pendukung membalas dengan sorakan “Lanjutkan, lanjutkan.” Suasana tegang membuat pembawa acara mengajak peserta melantunkan sholawat untuk meredakan keadaan.
Pimpinan sidang Amir Uskara kemudian meminta persetujuan forum terkait mekanisme pemilihan. “Saya langsung meminta kesepakatan dari seluruh peserta muktamar, apakah setuju untuk kita aklamasi dengan Pak Mardiono. Ternyata mereka setuju dan saya ketuk palu,” ujarnya dalam keterangan pers. Dengan keputusan itu, Mardiono disahkan sebagai ketua umum secara aklamasi.
Namun, ketetapan tersebut memicu kericuhan lanjutan. Beberapa kader kembali meneriakkan seruan “Perubahan” begitu pimpinan sidang meninggalkan ruangan. Adu mulut berkembang menjadi bentrokan fisik antar dua kubu. Kursi sempat terlempar, dan sejumlah petugas keamanan internal yang berusaha menengahi turut menjadi korban pukulan.
Dalam pernyataannya, Mardiono menegaskan percepatan pemilihan dilakukan berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. “Proses bisa dipercepat, dan kemudian ini kita anggap sebagai penyelamatan dalam kondisi situasi yang sangat darurat,” ujarnya.
Ia menambahkan, sejak awal terdapat pihak yang berupaya membuat kegaduhan. “Saya menyayangkan keributan yang menimbulkan korban. Ada beberapa kader kami saat ini dirawat di rumah sakit dengan cedera di bagian kepala dan bibir,” kata Mardiono.
Meski diwarnai insiden, Mardiono menyatakan pemilihan tetap sah dan konstitusional. Menurutnya, mayoritas kader mendukungnya. “Di belakang saya ada 28 DPW berikut ketua cabang, sekretaris cabang, dan para pemegang hak kedaulatan. Dukungan ini hampir 80 persen suara nasional,” ujarnya.
Tokoh lain, termasuk Gus Taj Yasin, putra almarhum KH Maimoen Zubair, mencoba meredakan suasana dengan mengajak kader membaca sholawat Asyghil. Ketegangan sempat mereda, namun keributan kembali pecah setelah ia meninggalkan arena.
Muktamar X PPP yang seharusnya berlangsung tertib berubah menjadi catatan penting bagi partai berlambang Kabah itu. Insiden adu teriakan, bentrokan fisik, hingga korban luka menandai proses politik internal yang penuh dinamika. Pada akhirnya, Mardiono keluar sebagai ketua umum baru setelah dipilih secara aklamasi di tengah perpecahan suara kader.