Jakarta, Dmedia — Indonesia menyiapkan hingga 20.000 prajurit untuk dikirim dalam misi penjaga perdamaian di Gaza, Palestina, setelah pemerintah menilai terbuka peluang menuju stabilitas kawasan. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan rencana tersebut pada Jumat (14/11/2025) setelah bertemu dengan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Yordania, Mayor Jenderal Pilot Yousef Ahmed Al-Hunaity, di Kementerian Pertahanan. Pasukan tersebut akan diberangkatkan melalui Yordania jika seluruh persyaratan diplomatik terpenuhi.
Sjafrie menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyiapkan jumlah personel besar untuk misi kemanusiaan ini. Ia menyebut persiapan pasukan dilakukan sejalan dengan pembangunan kekuatan pertahanan nasional yang terus diperkuat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah menilai kondisi di Gaza menunjukkan adanya pergeseran menuju proses politik yang memungkinkan hadirnya pasukan penjaga perdamaian.
Menurut Sjafrie, sekitar 20.000 personel telah dicadangkan dengan kemampuan utama di bidang kesehatan dan konstruksi. Dua kemampuan itu dinilai krusial mengingat kerusakan infrastruktur sipil di Gaza sangat parah setelah bertahun-tahun konflik. Pemerintah belum merinci komposisi pasukan, tetapi menekankan bahwa kontribusi Indonesia akan bersifat kemanusiaan dan mendukung stabilisasi kawasan.
Rencana pengiriman kontingen ini mempertimbangkan perubahan situasi di Timur Tengah, termasuk gencatan senjata dan langkah awal pelucutan senjata di sejumlah titik konflik. Pemerintah menyebut kondisi tersebut membuka ruang bagi keterlibatan komunitas internasional dalam mengawal masa transisi. Namun hingga Minggu malam belum ada konfirmasi resmi soal potensi jadwal keberangkatan maupun struktur komando pasukan.
Pengiriman kontingen Indonesia masih membutuhkan persetujuan dari berbagai pihak. Sjafrie menjelaskan bahwa salah satu mekanisme yang dipertimbangkan adalah mandat resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sesuai standar operasi misi penjaga perdamaian. Opsi lain adalah persetujuan dari organisasi internasional yang disebut diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat, meski belum ada rincian tentang bentuk organisasi tersebut maupun kerangka operasionalnya.
Selain mandat global, persetujuan negara-negara kawasan dianggap sebagai faktor penting. Sjafrie menyebut ada lima negara yang harus memberikan lampu hijau untuk memastikan operasi berjalan sesuai jalur diplomatik regional. Negara-negara tersebut adalah Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Kelima negara itu memiliki posisi strategis dalam proses politik Timur Tengah serta hubungan langsung dengan isu Gaza.
Selain kelima negara tersebut, Israel juga disebut sebagai pihak yang perlu memberikan persetujuan. Sjafrie menyatakan bahwa Israel memiliki “kompetensi utama” dalam persoalan Gaza sehingga keikutsertaannya menjadi bagian dari proses diplomasi. Pemerintah belum menyampaikan apakah diskusi dengan Israel telah berlangsung atau masih dalam tahap awal pembahasan.
Pertemuan Sjafrie dengan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Yordania menandai kelanjutan komunikasi antara pemerintah Indonesia dan negara-negara Timur Tengah terkait potensi penempatan pasukan. Yordania menjadi titik transit yang paling mungkin mengingat kedekatan geografis dan hubungan pertahanan kedua negara. Yordania selama ini juga menjadi aktor utama dalam koordinasi bantuan kemanusiaan internasional untuk Gaza.
Rencana pengerahan pasukan dalam jumlah besar ini mencerminkan komitmen Indonesia dalam mendukung stabilitas kawasan dan proses perdamaian Palestina–Israel. Indonesia selama ini menjadi salah satu negara yang aktif mendorong penyelesaian diplomatik konflik tersebut. Namun, seluruh rencana pengiriman kontingen masih bergantung pada kesepakatan multilateral dan perkembangan situasi politik di lapangan.